Pada pasal 24 UU KUP dijelaskan bahwa, Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, antara lain karena wajip pajak telah meninggl dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan. Wajip pajak badan yang telah selesai proses pailitnya, atau Wajip Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak tlah daluarsa. Melalui cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam: a. Surat Tagihan Pajak (STP); b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); d. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT); e. Surat Ketetapan Pajak (SKP); f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT); g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. | |||
Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena: a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan; b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan; c. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa; d. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau e. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. | |||
Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak badan adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena: a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan; b. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa; c. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau d. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
|
0 komentar:
Posting Komentar