my family

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

love

aku cinta indonesia

Senin, 27 Agustus 2012

BUNGA PENAGIHAN

Surat Tagihan Pajak (STP) Bunga/Denda Penagihan

Surat Tagihan Pajak (STP) Bunga/Denda Penagihan bisa dikatakan sebagai bunga atas bunga, karena dasar pengenaan STP adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar TambahanSurat Keputusan PembetulanSurat Keputusan KeberatanPutusan Banding danPutusan Peninjauan Kembali yang dalam nilai ketetapan tersebut telah mengandung unsur sanksi administrasi berupa bunga.
STP Bunga/Denda Penagihan adalah timbul apabila :
 i) pajak yang masih harus dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar,
ii) Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran/pelunasan utang pajak,
iii) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan
iv) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian.

Dasar hukum pengenaan STP Bunga/Denda Penagihan
1. Pasal 19 Ayat (1)
 “Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan PembetulanSurat Keputusan KeberatanPutusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bungasebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan”
 2. Pasal 19 Ayat (2)
“Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan”
 3. Pasal 25 ayat (9)
“Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan”
 4. Pasal 27 Ayat (5d)
“Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan”
 Saat jatuh tempo pembayaran pajak adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan SKPKB atau SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali. Tarif sanksi bunga adalah 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
 Jika jumlah bulan untuk menghitung sanksi bunga dalam SKP/STP adalah maksimal 24 bulan, maka dalam menghitungan sanksi bunga penagihan jumlah bulan yang dapat diperhitungkan tidak dibatasi, artinya dapat lebih dari 24 bulan tergantung kapan Wajib Pajak melunasi utang pajaknya atau kapan pengenaan sanksi bunga tersebut dibuat. Saat pembuatan STP Bunga Penagihan adalah Bulan Juni dan Desember dalam setiap satu tahun dua kali.
 Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU No. Tahun 2009 tentang KUP pengenaan sanksi bunga penagihan hanya dapat dikenakan kepada  SKPKB atau SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Put. Banding dan Put. Peninjauan Kembali, sedangkan atas STP (misal atas STP Pasal 25)  tidak dapat dikenakan sanksi bunga penagihan.
Contoh  berdasarkan penjelasan Pasal 19 Ayat (1) KUP
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp 10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008, dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp 6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar                                     = Rp 10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan        = Rp   6.000.000.00
Kurang dibayar                                                                  = Rp    4.000.000,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp4.000.000,00)         = Rp         80.000,00
Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut pada huruf a, Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar                                     = Rp    10.000.000.00
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan                       = Rp    10.000.000.00
Kurang dibayar                                                                  = Rp                    0,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp10.000.000,00)= Rp         200.000,00
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 19 Ayat (2) KUP
Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp 1.120.000.00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib  Pajak tersebut diperbolehkan  untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp 224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000.00 = Rp 22.400,00.                                  
angsuran ke-2 : 2% x Rp   896.000.00 = Rp 17.920,00.
angsuran ke-3 : 2% x Rp   672.000,00 = Rp 13.440,00.
angsuran ke-4 : 2% x Rp   448.000.00 = Rp   8.960.00.
angsuran ke-5 : 2% x Rp   224.000,00 = Rp   4.480,00.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009. Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar 5 x 2% x Rp1.120.000,00= Rp112.000.00.
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 Ayat (9) KUP
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan  jumlah  pajak  yang  masih  harus  dibayar  sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000.00-Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 27 Ayat (5d) KUP
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan  jumlah  pajak  yang  masih  harus  dibayar  sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Selanjutnya Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp450.000.000,00. Dalam hal ini baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 100% x (Rp450.000.000,00 – Rp200.000.000.00) = Rp250.000.000,00.


PENGHAPUSAN/PENGURANGAN BUNGA PENAGIHAN

 Pada pasal 36 ayat (1) UU KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat :

a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
Dalam Penjelasan Pasal 36 ayat (1) antara lain diatur :
Dapat saja terjadi dalam praktek, bahwa sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib
Pajak, karena ketidaktelitian petugas pajak dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah
atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, sanksi administrasi
berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau
dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
    memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya.

b. disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor
    Pelayanan Pajak yang mengenakan sanksi administrasi tersebut;

c. tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan
    Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
    Bayar Tambahan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
              waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Permohonan ini harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya.
Setiap permohonan tersebut hanya boleh diajukan oleh Wajib Pajak yang tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pajaknya, dan diajukan atas suatu Surat Tagihan Pajak, suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut :

 a. Sanksi administrasi berupa bunga yang dikenakan apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar (STP Bunga Penagihan) dapat diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sepanjang memenuhi ketentuan yang telah diatur.
          
 b. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada penjelasan di atas diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang digunakan sebagai sarana untuk menagih sanksi administrasi Pasal 19 ayat (1) UU KUP.





Sabtu, 25 Agustus 2012

PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

Pada pasal 24 UU KUP dijelaskan bahwa, Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, antara lain karena wajip pajak telah meninggl dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan. Wajip pajak badan yang telah selesai proses pailitnya, atau Wajip Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak tlah daluarsa. Melalui cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:
a.      Surat Tagihan Pajak (STP);
b.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c.       Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
d.      Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT);
e.      Surat Ketetapan Pajak (SKP);
f.        Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT);
g.    Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan;
b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
c.   hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;
d. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
e. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak badan adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:
a.      Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
b.      hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;
c.      dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
d.  hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian administrasi oleh Kantor Pelayanan Pajak. Penelitian tersebut dilakukan oleh Jurusita Pajak dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian. Kemudian Laporan hasil penelitian tersebut harus menguraikan keadaan Wajib Pajak dan piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapuskan.

Berdasarkan laporan hasil penelitian, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyusun daftar usulan penghapusan piutang pajak. Daftar  usulan penghapusan piutang pajak disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan daftar usulan penghapusan piutang pajak yang telah dilakukan penelitian kepada Direktur Jenderal Pajak.

Direktur Jenderal Pajak mengusulkan penghapusan piutang pajak kepada Menteri Keuangan. Berdasarkan usulan penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada penjelasan diatas, Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak. Dan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak untuk menghapuskan piutang pajak, dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri keuangan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak, Direktur Jenderal Pajak melakukan:
a.      penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan piutang pajak; dan
b.  hapus tagih dan hapus buku atas piutang pajak tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku.
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan atas penugasan dari Menteri Keuangan melakukan reviu atas usulan penghapusan piutang pajak yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Ketentuan mengenai tata cara pengusulan dan tindak lanjut penghapusan piutang pajak serta penetapan bentuk lampiran Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak, diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.



                       
DIKUTIP DARI  UNDANG-UNDANG KUP NO 28/ 2007 KUPhttp://www.philipjusuf.com